MAKALAH
PENDIDIKAN DAN PROMOSI KESEHATAN
TEORI
KOGNITIF SOSIAL
Dosen
pengampu : M. Khotibul Umam
Disusun
Oleh:
Nama
Ketua :
1. Weli
Andriyani ( 1216003361)
2. Adella
Kharisma (1216003341)
3. Anggun Parasmita ( 1216003561)
4. Deby
Fitriyani (1216003301)
5. Danis
Andani (1216003441)
6. Efka Tri Sistiani (1216003261)
7. Eka Mega Aprilia (1216003411)
8. Siti Khodijah (1216003281)
9. M.
Syahrul Khikam (1216003381)
Program
Studi Keperawatan
Fakultas
Ilmu Kesehatan
Universitas
Pekalongan
2017
A. Latar Belakang
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) adalah teori yang dikemukakan oleh Albert
Bandura yang menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif
serta faktor pelaku memainkan
peran penting dalam
pembelajaran.
Faktor
kognitif
dapat berupa ekspektasi/
penerimaan siswa
untuk meraih
keberhasilan, faktor
sosial
mencakup pengamatan siswa terhadap
perilaku orangtuanya. Menurut Bandura ketika siswa
belajar
mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka
secara kognitif.
Menurut Bandura (
tantangan.
Individu tidak merasa ragu
karena
ia memiliki kepercayaan
yang
penuh
dengan kemampuan dirinya. Individu
ini menurut
Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu
bangkit dari kegagalan yang ia alami.
Proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam
konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku
dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh
pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan
dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain.
B.
Teori
Kognitif Sosial
a)
Konsep Dasar
Teori Kognitif Sosial
Konsep
utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentanobvervational
learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang
"model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman
atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik
seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari
individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut.
Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya
karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical
reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis.
Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat
sepatu dengan memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali
sepatunya, maka proses ini disebut proses modeling.
Baranowski,
Perry, dan Parcel (1997) menyatakan bahwa "reinforcement is
the primary construct in the operant form of learning" proses penguatan merupakan bentuk utama dari
cara belajar seseorang. Proses penguatan juga merupakan konsep sentral dari
proses belajar sosial. Di dalam teori kognitif sosial, penguatan bekerja
melalui proses efek menghalangi (inhibitory effects) dan efek
membiarkan (disinhibitory effects). Inhibitory Effects
terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi hukuman karena
perilaku tertentu, misalnya penangkapan dan vonis hukuman terhadap seorang
artis penyanyi terkenal karena terlibat dalam pembuatan video porno. Dengan
mengamati apa yang dialami model tadi, akan mengurangi kemungkinan orang
tersebut mengikuti apa yang dilakukan sang artis penyanyi terkenal itu.
Sebaliknya, Disinhibitory effects terjadi ketika seseorang melihat
seorang model yang diberi penghargaan atau imbalan untuk suatu perilaku
tertentu. Misalnya disebuah tayangan kontes adu bakat di sebuah televisi
ditampilkan sekelompok pengamen jalanan yang bisa memenangi hadiah ratusan juta
rupiah, serta ditawari menjadi model iklan dan bermain dalam sinetron karena
mengkuti lomba tersebut.
Efek-efek
yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang
sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi
dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).
Menurut Bandura (1986), vicarious reinforcement terjadi
karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations )
dan harapan hasil (outcome expectancies ). Outcome
expectations menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi
penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika
kita melakukan perilaku yang sama dengan model.
Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan
proses dasar dari pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian,
terdapat beberapa konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi
sejauh mana belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi
teori ini adalah konsep identifikasi (indentification) dengan
model di dalam media. Secara khusus teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika
seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses
belajar sosial akan lebih terjadi.
Menurut White (1972: 252)
identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga berusaha menjadi seperti
sang model dengan beberapa kualitas yang lebih besar. Misalnya seorang anak
yang mengidolakan seorang atlet sepak bola, mungkin akan meniru atlet tersebut
dengan cara menggunakan kostum yang sama dengan atlet tersebut atau mengonsumsi
makanan yang dikonsumsi atlet tersebut.
Teori
kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang
"pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan
yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku trsebut. Kepercayaan ini disebut
dengan self-efficacy atau efikasi diri dan hal ini dipandang
sebagai sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku. Misalnya dalam kasus
tayangan tentang cara pembuatan kue bika di televisi yang telah disebutkan di
atas. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa tak semua orang akan belajar membuat
kue bika, khususnya bagi mereka yang terbiasa membeli kue bika siap saji dan
mempunyai keyakinan bahwa membuat kue bika sendiri merupakan hal yang sia-sia
dan tak perlu karena membelinya pun tidak mahal harganya. Dalam hal ini orang
tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi diri yang cukup untuk belajar
memasak kue bika dari televisi.
b) Peran Teori Kognitif Sosial Dalam Pengembangan Program
Promosi Kesehatan
c)
Contoh
Aplikasi Teori Kognitif Sosial
Aplikasi
dari teori kognitif sosial dengan penelitian di media massa perlu diperjelas.
Di dalam masyarakat masa kini banyak model yang kita pelajari adalah model yang
kita lihat, dengar, atau baca di media massa. Model-model ini bisa jadi
merupakan orang-orang yang kita amati dalam siaran berita atau program
dokumenter. Mereka juga bisa saja karakter-karakter yang kita lihat dalam
program-program drama/sinetron/film layar lebar atau televisi atau juga
karakter dalam buku novel. Bisa juga mereka adalah para penyanyi atau penari
yang kita dengar dan lihat melalui radio atau CD dan VCD musik. Singkat kata,
begitu banyaknya model yang ditampilkan media akan dapat mengubah perilaku baik
anak-anak maupun orang dewasa karena mereka mengamati media.
Dampak
terbesar dari teori kognitif sosial adalah dalam penelitian tentang kekerasan
dalam media (media violence). Gunter (1994) melakukan tinjauan
atas riset tentang dampak dari kekerasan yang ditampilkan di media pada
anak-anak dan orang dewasa, dan ia menyimpulkan bahwa terdapat bukti-bukti
campuran yang kuat yang menghubungkan efek dari penggambaran kekerasan melalui
media pada perilaku, sikap dan kognisi dari penonton. Teori kognisi sosial,
yang amat menekankan efek pada perilaku, mengatakan bahwa penggamabaran
kekerasan itu memicu baik peningkatan maupun penurunan dalam perilaku
kekerasan, tergantung pada perilaku yang mendapatkan imabalan maupun hukuman,
dan juga tergantung pada sejauh mana penonton mengidentifikasi diri mereka pada
model kekerasan dalam media. Tentu saja, riset awal Bandura (1962)
dan Berkowitz (1964) mendukung hubungan mendasar antara menonton
perilaku kekerasan dan pemodelan perilaku dalam interaksi. Bagaimanapun, riset
terakhir telah menambahkan kompleksitas untuk persamaan ini, dengan alasan
bahwa isu-isu seperti kecenderungan perilaku agresif yang sudah ada, proses
kognitif media, realita yang digambarkan mediam dan bahkan diet bisa
memengaruhi sejauh mana seseorang "belajar" tentang kekerasan dari
media.
Aplikasi
dari teori kognitif sosial pada studi tentang kekerasan melalui televisi
mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tak diinginkan
pada khalayak pemirsanya. Bagaimanapun, para sarjana komunikasi dan peneliti
riset aksi (action research)juga mempertimbangkan aplikasi yang lebih
berguna dari teori kognitif sosial ini. Makin banyak saja para sarjana
komunikasi yang menggunakan konsep hiburan dan pendidikandalam
mempertimbangkan bagaimana pesan-pesan program hiburan bisa digunakan untuk
menimbulkan perubahan perilaku dan sosial. Misalnya penelitian tentang
bagaimana telenovela yang disiarkan di banyak negara selain dapat menghibur
juga dapat menyampaikan isu tentang keluarga berencana, persamaan hak pria dan
wanita, dan reformasi pertanian. Banyak juga opera sabun Amerika yang memang
dibuat dalam kerangka kognitif sosial yaitu dengan menggunakan
karakter-karakter yang menarik yang mendapatkan penghargaan atau hukuman
sebagai pemodelan dari perilaku secara nyata.
Teori
Kognitif Sosial juga digunakan dalam aplikasi komunikasi kesehatan masyarakat.
Misalnya untuk kampanye tentang Demam Berdarah, atau Flu Burung digunakan artis
terkenal atau tokoh yang menarik yang karena mengikuti anjuran pemerintah untuk
pencegahan, bisa terhindar dari penyakit tersebut. Pemakaian artis terkenal
atau tokoh yang menarik akan memicu orang untuk lebih waspada terhadap kedua penyakit
tersebut.
C. Kesimpulan
Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah
penjelasan tentang bagaimana perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan pada
model-model yang ditampilkan oleh media massa. Efek dari pemodelan ini meningkat
melalui pengamatan tentang imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada model,
melalui identifikasi dari khalayak pada model tersebut, dan melalui sejauh mana
khalayak memiliki efikasi diri tentang perilaku yang dicontohkan di media.
Meski berdasarkan bidang studi psikologi sosial, teori ini memeiliki efek yang
kuat untuk pemahaman tentang efek kekerasan melalui media baik untuk anak-anak
maupun orang dewasa dan juga pada perencanaan kampanye yang ditujukan untuk
mengubah perilaku masyarakat melalui media.
Ok
BalasHapus